>> Senin, 08 Februari 2010
SEJARAH HUKUM ADAT
1. Sejarah Singkat
Peraturan adat istiadat kita ini, pada hakekatnya sudah terdapat pada zaman kuno, zaman Pra-Hindu. Adat istiadat yang hidup dalam masyarakat Pra-Hindu tersebut menurut ahli-ahli hukum adat adalah merupakan adat-adat Melayu Polinesia. Kemudian datang kultur Hindu, kultur Islam dan kultur Kristen yang masing-masing mempengaruhi kultur asli tersebut yang sej ak lama menguasai tata kehidupan masyarakat Indonesia sebagai suatu hukum adat. Sehingga Hukum Adat yang kini hidup pada rakyat itu adalah hasil akulturasi antara peraturan-peraturan adat-istiadat zaman Pra-Hindu dengan peraturan-peraturan hidup yang dibawa oleh kultur Hindu, kultur Islam dan kultur Kristen.
Setelah terjadi akulturasi itu, maka hukum adat atau hukum pribumi atau “Inladsrecht” menurut Van Vaollenhoven terdiri dari :
“Inlandsrecht”
(Hukum Adat atau Hukum Pribumi)
Yang tidak ditulis Yang ditulis
(jus non scriptum) (jus scriptum)
Hukum Asli Penduduk Ketentuan Hukum Agama
2. Bukti Adanya Hukum Adat Indonesia
Bukti-bukti bahwa dulu sebelum bangsa Asing masuk ke Indonesia sudah ada hukum adat, adalah sebagai berikut :
1. Tahun 1000, pada zaman Hindu, Raja Dharmawangsa dari Jawa Timur dengan kitabnya yang disebut Civacasana.
2. Tahun 1331-1364, Gajah Mada Patih Majapahit, membuat kitab yang disebut Kitab Gajah Mada.
3. Tahun 1413-1430, Kanaka Patih Majapahit, membuat kitab Adigama.
4. Tahun 1350, di Bali ditemukan kitab hukum Kutaramanava.
Disamping kitab-kitab hukum kuno tersebut yang mengatur kehidupan di lingkungan istana, ada juga kitab-kitab yang mengatur kehidupan masyarakat sebagai berikut :
1. Di Tapanuli
Ruhut Parsaoran di Habatohan (kehidupan social di tanah Batak), Patik
Dohot Uhum ni Halak Batak (Undang-Undang dan ketentuan-ketentuan
Batak).
2. Di Jambi
Undang-Undang Jambi
3. Di Palembang
Undang-Undang Simbur Cahaya (Undang-Undang tentang tanah di
dataran tinggi daerah Palembang).
4. Di Minangkabau
Undang-Undang nan dua puluh (Undang-Undang tentang hukum adat
delik di Minangjabau)
5. Di Sulawesi Selatan
Amana Gapa (peraturan tentang pelayaran dan pengangkatan laut bagi
orang-orang wajo)
6. Di Bali
Awig-awig (peraturan Subak dan desa) dan Agama desa (peraturan desa)
yang ditulis didalam daun lontar.
Sebelum datang VOC belum ada penelitian tentang hukum adat, dan semasa
VOC karena ada kepentingan atas Negara jajahannya (menggunakan politik
opportunity), maka Heren 17 (pejabat di Negerh Belanda yang mengurus
Negara-negara jajahan Belanda) mengeluarkan perintah kepada Jenderal yang
memimpin daerah jajahannya masing-masing untuk menerapkan hukum
Belanda di Negara jajahan (Indonesia) tepatnya yaitu pada tanggal 1 Maret
1621 yang baru dilaksanakan pada tahun 1625 yaitu pada pemerintahan De
Carventer yang sebelumnya mengadakan penelitian dulu dan akhirnya sampai
pada suatu kesimpulan bahwa di Indonesia masih ada hukum adat yang hidup.
Oleh karena itu, Carventer memberikan tambahan bahwa hukum itu
disesuaikan sehingga perlu 4 kodifikasi hukum adat yaitu :
1. Tahun 1750, untuk keperluan Lanrad (pengadilan) di Serang dengan kitab
hukum “MOGHARRAR” yang mengatur khusu pidana adat (menurut Van
Vollenhoven kitab tersebut berasal dari hukum adat).
2. Tahun 1759, Van Clost Wijck mengeluarkan kitab yaitu “COMPEDIUM”
(pegangan/ikhtisar) yang terkenal dengan Compedium Van Clost Wijck
mengenai Undang-Undang Bumi Putera di lingkungan kerator Bone dan
Goa.
3. COMPENDIUM FREIZER tentang Peraturan Hukum Islam mengenai nikah, talak, dan . warisan
4. HASSELAER, beliau berhasil mengumpulkan buku-buku hukum untuk
para hakim di Cirebon yang terkenal dengan PAPAKEM CIREBON.
Pencatatan hukum adat oleh orang luar negeri diantaranya :
1. Robert Padtbrugge (1679), ia seorang gubernur Ternate yang
mengeluarkan peraturan tentang adat istiadat Minahasa.
2. Francois Valetijn (1666-1727) yang menerbitkan suatu ensiklopedia tentang kesulitan-kesulitan hukum bagi masyarakat.
Peridesasi hukum adat pada masa penjaj ahan Belanda terbagi dalam :
1. Jaman Daendels (1808-1811)
Beranggapan bahwa memang ada hukum yang hidup dalam masyarakat
adat tetapi derajatnya lebih rendah dari hukum eropa, jadi tidak akan
mempengaruhi apa-apa sehingga hukum eropa tidak akan mengalami
perubahan karenanya.
2. Jaman Raffles (1811-1816)
Pada zaman ini Gubernur Jenderal dari Inggris membentuk komisi
MACKENZIE atau suatu panitia yang tugasnya mengkaji/meneliti
peraturan-peraturan yang ada di masyarakat, untuk mengadakan
perubahan-perubahan yang pasti dalam membentuk pemerintahan yang
dipimpinnya. Setelah terkumpul hasil penelitian komisi ini yaitu pada
tanggal 11 Pebruari 1814 dibuat peraturan yaitu regulation for the more
effectual Administration of justice in the provincial court of Java yang
isinya :
a. Residen menjabat sekaligus sebagai Kepala Hakim
b. Susunan pengadilan terdiri dari :
1. Residen’s court
2. Bupati’s court
3. Division court
c. Ada juga Circuit of court atau pengadilan keliling
d. Yang berlaku adalah native law dan unchain costum untuk Bupati’s
court dan untuk Residen (orang Inggris) memakai hukum Inggris.
3. Zaman Komisi Jenderal (1816-1819)
Pada zaman ini tidak ada perubahan dalam perkembangan hukum adat dan
tidak merusak tatanan yang sudah ada.
4. Zaman Van der Capellen (1824)
Pada zaman ini tidak ada perhatian hukum adat bahkan merusak tatanan
yang sudah ada.
5. Zaman Du Bush
Pada zaman ini sudah ada sedikit perhatian pada hukum adat, yang utama
dalam hukum adat ialah hukum Indonesia asli.
6. Zaman Van den Bosch
Pada zaman ini dikatakan bahwa hukum waris itu dilakukan menurut
hukum Islam serta hak atas tanah adalah campuran antara peraturan
Bramein dan Islam.
7. Zaman Chr. Baud.
Pada zaman ini sudah banyak perhatian pada hukum adat misalnya tentang
melindungi hak-hak ulayat. Pada tahun 1918 putera-putera Indonesia membuat disertasi mengeani hukum adat di Balai Perguruan Tinggi di Belanda, antara lain :
1. Kusumaatmadja tahun 1922 yang menulis tentang wakaf
2. Soebroto tahun 1925 yang menulis tentang sawah vervavding (gadai
sawah)
3. Endabumi tahun 1925 yang menulis tentang Bataks grondenrecht (hukum
tanah suku Batak)
4. Soepomo tahun 1927 yang menulsi tentang Vorstenlands grondenrecht
(hak tanah di kerajaan-kerajaan).
Adapun penyelidikan tentang hukum adat di Indonesia dilakukan oleh :
1. Djojdioeno/ Tirtawinata yang menulis tentang Hukum Adat privat Jawa Tengah.
2. Soepomo yang menulis tentang Hukum Adat Jawa Barat
3. Hazairin yang membuat disertasinya tentang “Redjang”
3. Sejarah Politik Hukum Adat
Hukum adat menjadi masalah politik hukum pada saat pemerintah Hindia Belanda akan memberlakukan hukum eropa atau huku yang berlaku di Belanda menjadi hukum positif di Hindia Belanda (Indonesia) melalui asas konkordansi.
Mengenai hukum adat timbulah masalah bagi pemerintah colonial, sampai dimana hukum ini dapat digunakan bagi tujuan-tujuan Belanda serta kepentingan-kepentingan ekonominya, dan sampai dimana hukum adat itu dapat dimasukkan dalam rangka politik Belanda. Kepentingan atau kehendak bangsa Indonesia tidak masuk perhitungan pemdrintah colonial. Apabila diikuti secara kronologis usaha-usaha baik pemerintah Belanda di negerinya sendiri maupun pemerintah colonial yang ada di Indonesia ini, maka secara ringkasnys undang-undang yang bertujuan menetapkan nasib ataupun kedudukan hukum adat seterusnya didalam system perundang-undangan di
Indonesia, adalah sebagai berikut :
1. Mr. Wichers, Presiden Mahkamah Agung, ditugaskan untuk menyelidiki
`pakah hukum adat privat itu tidak dapat diganti dengan hukum kodifikasi
Barat. Rencana kodifikasi Wichers gagal/
2. Sekitar tahun 1870, Van der Putte, Menteri Jaj ahan Belanda, mengusulkan
penggunaan hukum tanah Eropa bagi penduduk desa di Indonesia untuk
kepentingan agraris pengusaha Belanda. Usaha inipun gagal.
3. Pada tahun 1900, Cremer, Menteri Jajahan, menghendaki diadakan
kodifikasi local untuk sebagian hukum adat dengan mendahulukan daerah-
daerah yang penduduknya telah memeluk agama Kristen. Usaha ini belum
terlaksana.
4. Kabinet Kuyper pada tahun 1904 mengusulkan suatu rencana undang-
undang untuk menggantikan hukum adat dengan hukum Eropa.
Pemerintah Belanda menghendaki supaya seluruh penduduk asli tunduk
pada unifikasi hukum secara Barat. Usaha ini gagal, sebab Parlemen
Belanda menerima suatu amandemen yakni amandemen Van Idsinga.
5. Pada tahun 1914 Pemerintah Belanda dengan tidak menghiraukan
amandemen Idsinga, mengumumkan rencana KUH Perdata bagi seluruh
golongan penduduk di Indonesia. Ditentang oleh Van Vollenhoven dan
usaha ini gagal.
6. Pada tahun 1923 Mr. Cowan, Direktur Departemen Justitie di Jakarta
membuat rencana baru KUH Perdata dalam tahun 1920, yang diumumkan
Pemerintah Belanda sebagai rencana unifikasi dalam tahun 1923. Usaha
ini gagal karena kritikan Van Vollenhoven. Pengganti Cowan, yaitu Mr
Rutgers memberitahu bahwa meneruskan pelaksanaan kitab undang-
undang kesatuan itu tidak mungkin.
Dan dalam tahun 1927 Pemerintahn Hindia Belanda mengubah haluannya,
menolak penyatuan hukum (unifikasi). Sejak tahun 1927 itu politik Pemerintah
Hindia Belanda terhadap hukum adat mulai berganti haluan, yaitu dari
“unifikasi” beralih ke “kodifikasi”.
4. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan Hukum Adat
Banyak faktor yang mempengaruhi perkembangan hokum adat, disamping
kemajuan zaman, ilmu pengetahuan dan teknologi, kondisi alam, juga faktor-
faktor yang bersifat tradisional adalah sebagai berikut :
1. Magis dan Animisme :
Alam pikiran magis dan animisme pada dasarnya dialami oleh setiap
bangsa di dunia. Di Indonesia faktor magis dan animisme cukup besar
pengaruhnya. Hal ini dapat dilihat dalam upacara-upacara adat yang
bersumber pada kekuasaan-kekuasaan serta kekuatan-kekuatan gaib.
a. Kepercayaan kepada mahkltk-mahkluk halus, roh-roh, dan hantu-
hantu yang menempati seluruh alam semesta dan juga gejala-gejala
alam, semua benda yang ada di alam bernyawa.
b. Kepercayaan terhadap kekuatan-kekuatan sakti dan adanya roh-roh
yang baik dan yang jahat.
c. Adanya orang-orang tertentu yang dapat berhubungan dengan dunia
gaib dab atau sakti.
d. Takut adanya hukuman/ pembalas`n oleh kekuatan-kekuatan gaib. Hal
ini dapat dilihat adanya kebisaaan mengadakan siaran-siaran, sesajen
di tempat-tempat yang dianggap keramat.
Animisme yaitu percaya bahwa segala sesuatu dalam alam semesta ini bernyawa. Animisme ada dua macam yaitu :
1. Fetisisme :
Yaitu memuja jiva-jiwa yang ada pada alam semesta, yang
mempunyai kemampuan j auh lebih besar dari pada kemampuan
manusia, seperti halilintar, taufan, matahari, samudra, tanah, pohon
besar, gua dan lain-lain.
2. Spiritisme :
Yaitu memuja roh-roh leluhur dan roh-roh lainnya yang baik dan yang jahat.
2. Faktor Agama
Masuknya agama-agama di Indonesia cukup banyak memberikan
pengaruh terhadap perkembangan hukum adat misalnya :
Agama Hindu :
Pada abad ke 8 masuknya orang India ke Indonesia dengan membawa
agamanya, pengaruhnya dapat dilihat di Bali. Hukum-hukum Hindu
berpengaruh pada bidang pemerintahan Raj a dan pembagian kasta-kasta.
Agama Islam :
Pada abad ke 14 dan awal abad 15 oleh pedagang-pedagang dari Malaka,
Iran. Pengarush Agama Islam terlihat dalam hukum perkawinan yaitu
dalam cara melangsungkan dan memutuskan perkawinan dan juga dalam
bidang wakaf.
Pengaruh hukum perkawinan Islam didalam hukum adat di beberapa
daerah di Indonesia tidak sama kuatnya misalnya daerah Jawa dan
Madura, Aceh pengaruh Agama Islam sangat kuat, namun beberapa daerah
tertentu walaupun sudah diadakan menurut hukum perkawinan Islam,
tetapi tetap dilakukan upacara-upacara perkawinan menurut hukum adat,
missal di Lampung, Tapanuli.
Agama Kristen :
Agama Kristen dibawa oleh pedagang-pedagang Barat. Aturan-aturan
hukum Kristen di Indonesia cukup memberikan pengaruh pada hukum
keluarga, hukum perkawinan.
Agama Kristen juga telah memberikan pengaruh besar dalam bidang social
khususnya dalam bidang pendidikan dan kesehatan, dengan didirikannya
beberapa lembaga Pendidikan dan rumah-rumah sakit.
3. Faktor Kekuasaan Yang Lebih Tinggi
Kekuasaan-kekuasaan yang lebih tinggi yang dimaksud adalah kekuasaan-
kekuasaan Raja-raja, kepala Kuria, Nagari dan lain-lain.
Tidak semua Raja-raja yang pernah bertahta di negeri ini baik, ada juga
Raja yang bertindak sewenang-wenang bahkan tidak jarang terjadi
keluarga dan lingkungan kerajaan ikut serta dalam menentukan
kebijaksanaan kerajaan misalnya penggantian kepala-kepala adat banyak
diganti oleh orang-orang yang dengan kerajaan tanpa menghiraukan adat
istiadat bahkan menginjak-injak hukum adat yang ada dan berlaku didalam
masyarakat tersebut.
4. Adanya Kekuasaan Asing
Yaitu kekuasaan penjajahan Belanda, dhmana orang-orang Belanda dengan
alam pikiran baratnya yang individualisme. Hal ini jelas bertentangan
dengan alam pikiran adat yang bersifat kebersamaan.
0 komentar:
Posting Komentar