maslahah mursalah
>> Sabtu, 06 Februari 2010
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Dewasa ini banyak para ulama’ dan cendikiawan muslim modern yang berpendapat bahwa perkembangan ilmu hukum dan syari’at islam harus disesuaikan dengan keadaan zaman, dengan cara melakukan berbagai penelitian dan pendekatan guna untuk memahami dan mencari jalan tengah agar supaya dapat memecahkan problem-problem yang dihadapi oleh masyarakat umum untik dijadikan sebagai pedoman. Hal inipun dianjurkan oleh nabi kepada sahabatnya muadz bin jabal, ketika dia diutus oleh nabi ke yaman. Hal inilah yang menjadikan inspirasi para ulama’ kontemporer sebagai terobosan yang efektif disamping dalil-dalil qath’I, dengan tujuan sebagai kemaslahatan yang dituntut oleh lingkungan dan hal-hal yang baru setelah tidak adanya wahyu. Oleh karena itu kami disini akan membahas masalah ini terfokus pada bab maslahah mursalah dengan tujuan supaya kita lebih memahami isi dan kandungan yang terkandung di dalamnya.
1.2 Rumusan Masalah
Definisi maslahah al-mursalah ?
Alas an ulama’ menjadikannya sebagai hujjah ?
Syarat-syarat menjadikannya sebagai hujjah ?
BAB II
PEMBAHASAN
Definisi Maslahah Al-Mursalah
Kita ketahui syari’at yang berkembang didunua ini bertujuan mewujudkan kemaslahatan bagi manusia khususnya dan alam pada umumnya.
Secara etimologi, maslahah mempunyai makna yang identik dengan manfa’at, keuntungan, kenikmatan, kegembiraan atau segala upaya yang dapat mendatangkan hal tersebut .1 kemudian dalm kontek terminology syariat, maslahah mempunyai makna suatu kondisi daya upaya untuk mendatangakan sesuatu yang berdampak positif (manfaat) serta menghindarkan dari hal-hal yang bersifat nigatif (madharat)2 dalam kaitan ini, as-syathibi dalm karyanya al-muafaqat menandaskan bahwa, disyariaykannya ajaran islam tidak lain hanyalah untuk memelihara kemaslahatan umat didunia dan akhirat3.oleh karena itu, untuk menentukan apakah sebuah peristiwa hokum masuk pada katagori maslahah atau mafsadah hal itu harus dikembalikan atau dilihat unsure mana yang menunjkkan angka yang lebih dominanan diantara keduanya. Contoh konkritnya maslahah dalam wujud tidak adanya wujud pengakuan maupun pembatalan secara ekplisit dari wahyu, seperti pengumpulan dan pembukuan al-qur’an menjadi satu mushaf, pengadaan mata uang berikut system sirbolasinya dalam sebuah mikanisme pasar4. Contoh-contoh yersebut tidak ditemukan dalam nash ajaran agama secara tersurat, namun diakui keberadaannya olen syar’I karna memiliki implikasi yang cukup jelas untuk mengakomotir kemasklahatah umat manusia.
Kejadian didunia ini terus menerus terjadi dan bermacam-macam peristiwa senantiasa tumbuh tak pernah berhenti, sedangkan nash syara’ terbatas dan terhingga, maka kalau demikian tentulah syara’ memberikan jalan keluar kepada kita guna mengetahui hokum yang menghendaki untuk kemaslahhatan bagi umat manusia.
Alasa Ulama’ Menjadikannya Sebagai Hujjah
Jumhur ulama berpendapat bahwa maslahah mursalah hujjah syara’ yang dipakai sebagai landasan penetapan hokum. Karma kejadian tersebut tidak hukuimnya dalam nash, hadist, ijma’ dan qiyas. Maka dengan ini maslahah mursalah ditetapkan sebagai hukum yang dituntut untuk kemaslahatan umum.
Alas an mereka dalam hal ini antara lain :
kemaslahatan umat manusia itu selalu baru dan tidak ada habisnya, mak jika hokum tidak ditetaopkan sesuai dengan kemaslahatan manusia yang baru dan sesuai dengan perkembangan mereka, maka banyak kemaslahatan manusoia diberbagai zaman dan tempat menjadi tidak ada. Jadi tujuan penetapan hokum ini antara lain menerapkan kemaslahatan umat manusia sesuai dengan zamannya.
Orang yang mau meneliti dan menetapkan hkum yang dilakukan para sahabat nabi, tabi’in, imam-imam mujtahid akan jelas, bahwa banyak sekali hokum yang mereka tetapkan demi kemaslahatan umum, bukan karena adanya saksi yang dianggap oleh syar’i.
Seperti yang dilakukan oleh abu bakar dalam mengumpulkan berkas-berkas yang tercecer menjdi suatu tulisan al-qur’an, dan memerangi orang-orang yang tidak mau membayar zakat, lalu mengangkat umar bin khattab sebagai gantinya. Umar menetapkan jatuhnya talaq tiga dengan sekali ucapan, menetapkan kewajiban pajak, menyusun administrasi, membuat penjara dan menghentikan hukuman potong tangan terhadap pencuri dimasa krisis pangan5. Semua bentuk kemaslahatn tersebut menjadi tujuan diundangkannya hukum-hukum sebagai kemaslahatan umum, karna tidak ada dalil syara’ yang menolaknya.
Syarat-Syarat Menjadikan Hujjah
Para ulama’ yang mempergunakan dasar maslahah mursalah sebagai sumber hokum menetapkan beberapa syarat untuk membedakan antara maslahat yang benar dengan m,aslahat yang bermotif hawa nafsu yang didasarkan dengan tolak ukur dalam menilai sebuah kemaslahatan bagi masyarakat luas atas dasar :
berupa kemaslahatn yang hakiki, bukan kemaslahatan yang semu. Artinya menetapkan hokum syara’ dalam kenyataan yang benar-benar menarik suatu kemanfaatan atau menolak bahaya.
Berupa kemaslahatan umum, bukan kemaslahatan individual atau kelompok. Artinya menetapkan hokum syara’ berdasarkan utuk kemaslahatan bagi mayoritas umat manusia.
Penetapan hokum ini didasarkan atas kemaslahatan yang sesuai dengan nash atau ijma’ dan tidak bertentangan dengan hukun-hukum syara’. Maka tidak sah menganggap suatu kemaslahatan yang menuntut persamaan hak waris antara laki-laki dan perempuan, kemaslahatan ini sia-sia karna bertentangan dengan nash al-qur’an.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari uraian diatas dapat kami simpulkan bahwa maslahah mursalah mengandung makna yang luas, sebagai suatu pemecahan atas problem-priblem yang dihadapi umat disesuaikan dengan zamannya, dengan memposisikan kemaslahatan diposisi yang lebih tinggi dan harus didahulukan dari pada kemaslahatn yang lebih rendah.
3.2 Saran dan Kritik
Thank God adalah kata pertama yang kami ucapkan setelah kami menyelesaikan makalah kami, kami sadar kami hanyalah manusia biasa yang tidak lepas dari kesalahan, so that kami mohon kritik dan sarannya atas makalah kami kepdada bapak dosen supaya kami bisa memperbaiki pada pembuatan makalah berikutnya.
Daftar Pustaka
Wahab Kholaf, Abdul, 2003, Ilmu Ushul Fiqh, Dar Al-Qolam, Kuwait.
Yasid, Abu, 2004, Islam Akomodatif. Lkis, Yogyakarta.
Hasbi Ash Shidiqi, Muhammad, 2001, Filsafat Hokum Islam, PT Pustak Rizqi Putra, Semarang.
1 Said romadhon al-buthi, dhawabith almaslahah (bairut dar al-fikr)
2 ahmad arraisuni, nazhariyah al-maqasid indha syathubi (Riyadh, darul al-alamiyah), 1992
3 abu ishak as syathibi, al muwafaqad fil ushul asy syari’ah, juz ii (bairut dar al-makrifah)
4 abdul wahab khulaf, ilmu ushul fiqh, catatan 3 (kuwait dar al-qolam)
5 faishal otman, islam dan perkembangan masyarakat.
0 komentar:
Posting Komentar