Cari uang dan hasilkan profit di internet
BELAJARLAH! SESUNGGUHNYA TIDAKLAH MANUSIA ITU DILAHIRKAN DALAM KEADAN PANDAI

ANGKA PERCERAIAN

>> Minggu, 28 Februari 2010

Meminimalisir Angka Perceraian dan Penyelewengan


Dirjen Bimas Islam Nasaruddin Umar menegaskan wacana nikah tak tercatat dipidana tersebut adalah dalam rangka upaya untuk meminimalisir angka perceraian dan penyelewengan dalam pernikahan.

Pernikahan adalah stau sang sakral dan agung. Dalam UU Kependudukan dan UU Perkawinan sudah mewajibkan suatu perkawinan dicatatkan. Namun di kedua UU tersebut tidak mengatur sanksinya. Nah, wacana ini karena dua UU tersebut tidak mampu menekan angka perceraian dan penyelewengan, tegas Nasaruddin di Jakarta, Senin (22/2).

Nasaruddin mengatakan 48 persen dari 80 juta anak yang lahir, yaitu lahir dari proses perkawinan yang tidak tercatat. Itu sekitar 35 juta anak. Konsekuensinya, mereka akan sulit mendapatkan surat lahir, Kartu penduduk, hak-hak hukum seperti hak waris dan masih banyak lagi, ungkap Nasaruddin.

Selain itu Nasaruddin juga mengungkapkan, dari dua juta perkawinan pertahun, terdapayt 200.000 pereraian. Masalah-masalah seperti ini tentunya perlu mendapatkan perhatian khusus, tambah Nasaruddin.

Dia memaparkan dalam draf, sangat menjunjung tinggi perkawinan sebagai suatu yang sangat sakral. Dalam draf juga sama sekali tidak ada menyebutkan nikah siri, namun nikah tidak tercatat.

Sebelumnya Menteri Agama H Suryadharma Ali mengatakan ada suatu kebutuhan untuk mengatur masalah nikah sirri, poligami, kawin kontrak dan sebagainya dalam suatu Undang-Undang.

Ada kebutuhan untuk itu. Tapi seperti apa dan kapan, belum bisa saya sampaikan. Karena khan harus ada RUU-nya dan RUU itu harus dibahas berdasarkan kajian akademis dan masukan dari berbagai pihak dan harus ada pembahasan secara interdept, papar Menag.

Menag menjelaskan bahwa Indonesia adalah negara hukum dan setiap pengaturan hak dan kewajiban negara termasuk pembatasan-pembatasan hak warganegara harus berdasarkan atas hukum dan harus ditetapkan dengan UU. Diakui Menag bahwa selama ini Kompilasi Hukum Islam (KHI) yang menjadi hukum dalam memutus sengketa orang islam termasuk dalam hal perkawkinan belum sesuai dengan UUD 1945, karena didasarkan kepada Instruksi Presiden No 1 tahun 1991.

Dia menjelakan KHI terdiri atas tiga buku, yaitu buku I tentang Hukum Perkawinan, Buku II tentang Hukum Kewarisan dan Buku III tentang Hukum Perwakafan. Buku III tentang Hukum Perwakafan telah ditingkatkan menjadi UU No 41 tentang wakaf. Sementara buku I tentang hukum perkawinan dan buku II tentang hukum Kewarisan masih belum ditetapkan dengan UU, tambahnya.

Karena itu ada kebutuhan untuk meningkatkan status Kompilasi Hukum Islam pada kedua hal tersebut, yaitu Hukum Perkawinan dan Hukum Kewarisan menjadi UU, tandas Menag.
Saat ini Kementerian Agama, kata Menag, terus melakukan sosialisasi terkait pernikahan yang belum dicatatkan. Kami terus lakukan sosialisasi sampai ke pelosok-pelosok pedesaan agar bagi mereka yang pernikahannya belum dicatatkan, agar dicatatkan, tandas Menag .

Selain itu, lanjutnya, Kementerian Agama juga akan kerap menyelenggarakan nikah massal. Kami akan kerap menyelenggarakan pernikahan massal di berbagai daerah, terutama bagi yang tidak mampu, papar Menag.

0 komentar:

Posting Komentar

About This Blog

Lorem Ipsum


Got My Cursor @ 123Cursors.com

  © Blogger templates Shiny by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP