Pansus Century
>> Minggu, 28 Februari 2010
Perpecahan Parpol dalam Pusaran Pansus Century
Antara Koalisi dan Konstituen
Pansus Century bagaikan tsunami. Bukan hanya koalisi pemerintah yang pencah. Internal partai pun retak dalam menyikapi panggung politik yang paling menggegerkan saat ini itu.
---
Taufik Kiemas, suami Mega yang kini duduk sebagai ketua Dewan Pertimbangan Pusat (Deperpu) PDIP, sering mengambil jalan lain berbeda dengan rekan-rekan yang duduk di pansus Century. Saat Maruarar Sirait dan Gayus Lumbuun sangat bersemangat menyebut nama langsung Boediono dan Sri Mulyani sebagai penanggung jawab bailout Rp 6,7 triliun, Kiemas justru berusaha menghalangi.
Sehari sebelum pandangan akhir fraksi itu, Kiemas berusaha mengingatkan rekan-rekannya bahwa tida ada urgensi menyebut nama. Tapi, apa lacur, Maruarar Sirait yang membacakan pandangan fraksi tetap menunjuk hidung Boediono dan Sri Mulyani.
Bila dirunut ke belakang, sikap Kiemas itu tak lepas dari upayanya agar PDIP membangun koalisi dengan SBY. Itu dilakukan sejak pilpres lalu, menjelang pembentukan kabinet. Keinginan Kiemas itu tampak hingga kini belum padam.
Saat PDIP aktif mendorong pengajuan hak angket Century, Kiemas ternyata tidak ikut membubuhkan tanda tangan. Padahal, Megawati secara langsung telah menginstruksi FPDIP agar mendukung total. Belakangan Kiemas kembali melontarkan wacana koalisi PDIP-Demokrat. Saat pemeriksaan pansus hampir klimaks, berkembang isu bahwa PDIP kembali ditawari enam kursi menteri.
Anggota pansus dari FPDIP Maruarar Sirait mengatakan, arahan agar kasus Century dibongkar bukan saja keputusan DPP partai, tapi juga salah satu rekomendasi rakernas PDIP. ''Ini bersifat mengikat,'' kata Maruarar.
Dengan nada agak jengkel, dia juga menegaskan bahwa kalau ingin membaca arah PDIP, rujukannya harus tetap kepada Megawati. Menurut dia, konsistensi Megawati tak pernah tergadaikan. Dia mencontohkan, menjelang pilpres, ada opsi bagi PDIP untuk berkoalisi dengan SBY. Tapi, itu ditolak. Pascapilpres muncul juga wacana masuk pemerintahan. Kembali Megawati memutuskan tetap di luar.
''Jadi, ke mana busur ditarik dan dilepaskan hanya satu orang yang berhak, yakni Megawati. Kalau mau membaca PDIP, harus ke situ,'' tegasnya.
Benturan sikap elite juga muncul di PAN. Contoh kasus yang paling ketara lagi-lagi soal sebut nama atau tidak dalam pandangan akhir fraksi. Ketua Majelis Pertimbangan Pusat (MPP) PAN Amien Rais meminta FPAN menyebut nama pejabat yang dianggap paling bertanggung jawab.
''Namanya hidup dalam alam konkret, bukan alam siluman atau misteri, harus ada nama, ada jabatan, dan tanggung jawab,'' kata Amien.
Taushiyah dari Amien itu ternyata tidak berpengaruh. Sikap FPAN yang dikendalikan Ketua Umum DPP PAN Hatta Rajasa memilih tidak menyebut nama.
Amien sendiri ternyata ''terperangkap'' di antara perasaan kecewa dan bisa memahami. Menurut Amien, Hatta memang sangat dekat dengan SBY. Bahkan, Hatta mempunyai tugas berat untuk menempatkan koalisi dalam satu barisan.
''Pak Hatta kan mantan ketua tim sukses SBY. Jadi, saya tidak bisa intervensi lebih jauh. Saya hanya ketua MPP (majelis pertimbangan partai, Red),'' tutur Amien tentang kondisi partainya itu.
Sewaktu dikonfirmasi tadi malam, Ketua DPP PAN Viva Yoga Mauladi mengatakan, tidak ada perbedaan antara sikap ketua DPP dan ketua MPP. ''Prinsipnya sama kok,'' katanya.
Menurut dia, dalam pandangan akhir, FPAN menyatakan bahwa dalam proses akuisisi dan merger Bank Century memang terjadi tindak pidana perbankan. Dalam pemberian fasilitas pendanaan jangka pendek (FPJP) dan penyertaan modal semntara (PMS), ada kelalaian BI sehingga terjadi penyimpangan. FPAN juga meminta semua temuan itu diusut secara hukum.
''Bagi PAN, biarlah lembaga peradilan yang menyelesaikan secara hukum. Makanya, kami tidak sebut nama. Meskipun, tidak ada larangan untuk sebut nama,'' katanya.
Viva menegaskan, tidak ada perpecahan antara Amien dengan Hatta. ''Keduanya rukun, sinergis, dan solid. Tidak akan gampang dipecah hanya gara-gara Century,'' tandas sekretaris FPAN di DPR itu.
Di Partai Kebangkitan Bangsa, perbedaaan pandangan juga secara terbuka muncul ke publik. Secara umum, sikap partai pemilik 28 kursi itu cenderung selaras dengan Partai Demokrat. Mulai kebijakan bailout hingga keputusan penyebutan nama pihak-pihak yang diduga bertanggung jawab atas skandal yang melibatkan uang negara Rp 6,7 triliun itu.
Namun, berbeda dengan sikap partai, anggota Tim 9 (insiator) Hak Angket Century Lily Chadijah Wahid memilih jalur berbeda. Bahkan, anggota Komisi I itu juga tak ragu mengkritik keras kebijakan partai yang dianggap tak berani kritis terkait kasus Bank Century selama ini.
Sikap Lily yang berbeda dengan sikap partai itu sulit dilepaskan dari ketegangan di internal partai itu selama ini. ''Kalau dibilang kecewa, ya tentu kecewa. Tapi, bagaimana lagi, ketua umumnya tidak berani kritis,'' ujar Lily, yang sudah diberhentikan dari jabatan wakil ketua Dewan Syura DPP PKB itu.
Di PPP demikian juga. Beberapa tokohnya kerap berbeda dalam memberikan pandangan. Misalnya, saat memberikan penilaian bahwa kebijakan bailout bermasalah atau tidak. Ketua Fraksi Asman Hasrul Azwar berkali-kali menyatakan bahwa kebijakan memberikan dana talangan itu sudah tepat. Namun, anggota pansus sekaligus Wasekjen DPP PKB Romahurmuziy justru kerap menyatakan berbeda.
Namun, berbeda dengan kondisi di PKB, kedua pihak tersebut sama-sama membawa bendera resmi partai. Spekulasi bahwa sikap PPP seperti berdiri di dua kaki itu adalah strategi untuk bermain aman sulit dihindari. Yaitu, antara kepentingan menjaga konstituen dan komitmen koalisi. ''Kami memang berada di posisi sulit. Sebagai partai koalisi, tekanan dari konstituen agar kritis di Century juga sangat kencang,'' ujar Wakil Ketua Umum DPP PPP Chozin Chumaidy. Bisa jadi, jawaban Chozin ini tampaknya juga melanda partai lain.
0 komentar:
Posting Komentar