>> Selasa, 09 Februari 2010
HUKUM HARTA PERKAWINAN
Untuk memenuhi keperluan hidup somah, diperlukan harta kekayaan yang disebut
harta perkawinan atau harta keluarga.
Harta perkawinan atau harta keluarga dapat dibedakan dalam 4 golongan, yaitu :
1. Barang-barang yang diperoleh secara warisan atau penghibahan.
- Barang-barang ini teteap milik suami atau isteri yang menerima warisan
atau penghibahan.
- Barang-barang ini hanya jatuh kepada anak-anak mereka sebagai warisan.
- Kalau terjadi perceraian dan apabila tidak mempunyai anak, maka barang-
barang ini kembali kepada asalnya.
2. Barang-barang yang diperoleh atasjasa sendiri
- Barang-banrang ini diperoleh suami atau isteri sebelum kawin
3. Barang-barang diperoleh dalam masa perkawinan
- Kekayaan milik bersama disebut :
Harta suarang (Minangkabau)
Barang perpantangan (Kalimantan)
Barang cakkara (Bugis)
Harta gonogini (Jawa)
Guna kaya, campura kaya, barang sekaya (Sunda)
4. Milik bersama isteri adalah semua kekayaan yang diperoleh selama
berlangsungnya perkawinan asalkan kedua-duanya bekerja kepentingan
somah. Walaupun seorang isteri hanya bekerja dirumah mengurus anak-anak,
mengurus rumah tangga, sudah dianggap bekerja juga. Semua kekayaan yang
diperoleh suami menjadi milik bersama. Suami telah menerima bantuan yang sangat berharga serta memperlancar pekerjaan suami sehari-hari.
Yurisprudensi M.A. tanggal 7 November 1956, mengatakan : Semua kekayaan selama berjalannya perkawinan , merupakan harta gono gini, biarpun hanya
kegiatan suami saja.
- Menurut hukum adat suami isteri cakap melakukan perbuatan hukum, misalnya transaksi barang-barang campur kaya dapat dilakukan oleh isteri apabila suami tidak ada ditempat dan isteri disini bukan mewakili suami akan tetapi sebagai pemilik sendiri. Jadi ia cakap mengambil keputusan sendiri.
- Hak milik bersama dapat dipakai untuk membyar hutang baik hutang suami
maupun hutang isteri apabila harta gonogini tidak cukup, maka dapat dipakai
harta asal. Pembagian harta bersama apabila terjadi perceraian :
- Prinsipnya milik bersama dibagi antara kedua belah pihak masing-masing pada umumnya mendapat separuh.
- Ada beberapa daerah yang mempunyai kebisaaan sedemikian rupa sehingga
suami lebih besar dari pada isterinya yaitu dua- pertiga untuk suami dan
sepertiga untuk isteri, yang disebut “sagen dong sapikul” (Jawa).
- Kebisaaan sagendong sapikul lambat laun berubah akibat kesadaran
masy`rakat dan masalah ini tidak sesuai dengan kesadaran adanya persamaan
hak.
- Keputusan Mahkamah Agung tangga 25 Pebruari 1959 Reg. No. 387 K/Sip/ 1960 menyatakan bahwa menurut hukum adat yang berlaku di Jawa Tengah seorang janda mendapat separuh dari harta gono gini.
- Selanjutnya Keputusan Mahkamah Agung tanggal 9 April 1960 Reg. No. 120
K/Sip/ 1960 menetapkan bahwa harta pencaharian itu harus dibagi sama rata
antara suami isteri.
- Apabila salah seorang (suami atau isteri) meninggal bisaanya semua harta
bersama dibawah kekuasaan yang masih hidup guna keperluan hidupnya.
- Selama seorang janda belum kawin lagi barang-barang bersama dikuasai olehnya tidak dapat dibagi-bagi, guna menjamin hidupnya (Keputusan Mahkamah Agung tanggal 8 Juli 1959 Reg. No. 189 K/Sip/ 1959).
0 komentar:
Posting Komentar