SENAYAN PANGGUNG TK
>> Kamis, 04 Maret 2010
Pentas Anak TK di Pangung Senayan
DUA hari terakhir kemarin Senayan menjadi pusat perhatian. Rapat Paripurna Pansus Century menyedot perhatian sebagian besar masyarakat Indonesia. Tayangan langsung televisi menjadi tontonan populer dan dinantikan pemirsa.
Paling tidak ada dua hal yang membuat publik sangat antusias. Pertama, isu pansus itu sendiri. Kasus Bank Century itu telah menyeret tokoh penting di negeri ini. Yakni, mantan Gubernur Bank Indonesia yang kini menjabat Wakil Presiden Boediono dan Menteri Keuangan Sri Mulyani. Keduanya dianggap bertanggaung jawab dalam bailout Rp 6,7 triliun yang memunculkan pro dan kontra itu.
Hal kedua yang membuat acara tersebut menjadi tontonan nomor wahid adalah gaya para politisi. Paripurna benar-benar menjadi suguhan yang nikmat. Hujan interupsi dan bersilat lidah menjadi daya tarik yang luar biasa. Hari pertama, kita disuguhi kericuhan yang berawal dari langkah Ketua DPR Marzuki Alie yang menutup rapat secara sepihak. Kisruh dan gaduh. Para wakil rakyat saling dorong dan saling hujat dengan kepala panas. Bahkan, karena tak bisa menahan emosi, ada anggota DPR yang naik ke panggung dan nyaris memukul Marzuki Alie.
Seperti pentas drama, pada hari kedua, suasana panggung berubah. Kanal interupsi terbuka secara luas yang membuat para anggota DPR berlomba-lomba interupsi. Nurul Arifin, artis yang memperkuat Partai Golkar, saat mendapat kesempatan berbicara justru mengkritik rekan-rekannya yang hanya berlomba pidato dan menghabiskan waktu. Parade adu argumentasi. Namun, Nurul Arifin juga terperangkap dalam lomba pidato tersebut. Kejadian hari kedua tak kalah menarik dengan hari pertama. Banyak penonton televisi tak beranjak dari tempat duduk karena tak ingin melewatkan momentum tragis atau lucu yang bisa terjadi setiap saat, termasuk isi pidato atau interupsi yang tak bermutu.
Sebagai tontonan, apa yang terjadi di DPR itu memang menghibur. Bahkan, mereka lebih lucu dan lebih menarik daridapa dunia entertainment. Cuma, bila kita berbicara tentang perspektif DPR adalah lembaga politik yang berbicara tentang kebijakan dan arah bangsa, tentu kita mengelus dada. Bukankah di DPR adalah orang-orang terhormat dan terpandang yang merupakan ''jelmaan rakyat'' sekaligus merupakan tempat rakyat menggantungkan harapan dan asa. Namun, mengapa mereka bersikap tidak mengedepankan rasionalitas.
DPR adalah lembaga tinggi yang menjadi panutan. Seharusnya, mereka menyuguhkan cara-cara berdemokrasi. Seharusnya menjadi teladan, bagaimana cara berdebat secara sehat dan saling menghargai. Namun, yang kita saksikan adalah cara-cara berdiskusi yang tak menghargai pandangan orang lain dan memasung orang lain.
Sebagai rakyat, kita khawatirkan kewibawaan DPR semakin tergerus. Selama ini citra DPR dan politisi sudah berada pada tingkat yang paling rendah. Bila titik kepercayaan publik terhadap lembaga rakyat semakin terjun bebas, tentu keinginan kita membangun demokrasi yang sehat akan semakin jauh.
Dalam situasi seperti ini, kita ingat celetukan mantan Presiden (almarhum) KH Abdurrahman Wahid yang menyebut DPR seperti anak TK (taman kanak-kanak). Banyak yang memprotes dan mengkritik ucapan Gus Dur itu. Tapi, kini apa yang dikatakan Gus Dur menjadi realitas. Kita telah menyaksikan pentas anak TK selama dua hari berturut-turut.
0 komentar:
Posting Komentar