Cari uang dan hasilkan profit di internet
BELAJARLAH! SESUNGGUHNYA TIDAKLAH MANUSIA ITU DILAHIRKAN DALAM KEADAN PANDAI

LOKALISASI CERPEN

>> Kamis, 04 Maret 2010

SURAT DARI LOKALISASI


MALAM itu dengan lampu seadanya, Aning terlihat sedang menulis. Ia menulis sambil meneteskan air mata. Dari Aning di Surabaya buat Bapak-Bapak Polisi

Pak Polisi, Aning mau minta tolong. Tolong bebasin ibu Aning yang Bapak tangkap dua minggu yang lalu. Aning tahu Ibu udah salah, udah bunuh orang. Tapi, itu juga salah Mami, Ibu waktu itu sedang sakit, tapi Mami maksa Ibu untuk kerja. Trus, Om itu juga mukulin ibu Aning. Aning mau jenguk Ibu, tapi gak boleh keluar ama Mami. Mami takut kalau Aning kabur.

Pak Polisi, selama ini Ibu kerja cuma untuk sekolahin Aning. Trus kalo Ibu dipenjara, siapa yang bayarin sekolah Aning? Sebentar lagi Aning masuk SMP, Aning tetep mau sekolah. Tolong ya Pak, bebasin ibu Aning. Aning gak pengin jauh dari Ibu. Kalau gak ada Ibu, orang-orang di sini jahat sama Aning. Aning juga gak punya teman lagi. Orang-orang bilang Aning anak pembunuh. Tolong Aning Pak Polisi, bebasin Ibu.

Ia mengakhiri tulisannya. Ia masukkan secarik kertas itu ke amplop. Aning mengendap keluar dari kamarnya menuju belakang rumah. Di sana sudah menunggu Pak Toyo, tukang becak yang selama ini dekat dengan Aning dan ibunya.

"Paklik, niki surate," kata Aning sambil menyerahkan amplop surat itu. "Tenan ta iki dikekno polisi ?" ujar Pak Toyo.

"Iyo, cepetan jangan sampai ketemu Mami," tutur Aning. Pak Toyo segera meninggalkan deretan wisma itu. Pak Toyo menuju kantor polisi tempat ibu Aning dipenjara dengan becaknya yang selama ini ia gunakan untuk menyambung hidup. Namun, saat ia tengah melintas di jalan raya, Pak Toyo dan becaknya terpelanting ke aspal. Sebuah truk yang melaju cepat menyambarnya. Kejadian itu menyita perhatian orang-orang di sekitar situ. Sebentar saja, polisi, paramedis, dan wartawan mendatangi tempat kecelakaan itu. Seorang wartawan tampak sedang mengambil gambar Pak Toyo yang terkapar di jalan. Wartawan itu tiba-tiba menunduk ketika ia melihat lipatan kertas menyembul di saku Pak Toyo. Wartawan itu mengambilnya dan pergi.

Wartawan itu bernama Rako. Di depan meja kerjanya, ia membaca kertas yang ia temukan tadi. Keningnya tampak berkerut ketika ia membaca. Seketika ia membuka data-data berita yang ia tulis dalam komputer. "Ini dia!" seru Rako. Ia terus membaca file itu. "Apa surat ini ada hubungannya dengan kasus PSK ini. Kalau dilihat dari waktu kejadiannya sih sama." Kata Rako sambil terus berpikir. "Lebih baik aku selidiki saja." Rako memutuskan menemui Aning dan menanyakan kebenaran surat itu.

"Maaf Bu, saya ingin bertemu dengan Aning," kata Rako kepada Mami. Mami memandng Rako dengan pandangan curiga. "Maaf ya Aning gak bisa keluar." Rako tampak berpikir dan mencari akal lain. "Di sini juga gak apa-apa kok, cuma sebentar aja."

"Berani bayar berapa kamu?" tanya Mami. Rako terkejut mendengar perkataan Mami. Namun, ia tampak kembali tenang. "Rp 50.000 gimana?" tawar Rako. "Kamu ngebet ya, lagian kamu kok sukanya ama anak kecil sih. Tapi, sudahlah bukan urusan aku. Mana uangnya, sebentar aku panggil anaknya." Rako menyerahkan uang kepada Mami, lalu perempuan tua itu masuk. Tak lama ia keluar dengan seorang anak. Aning duduk di hadapan Rako sambil menunduk.

"Adik yang namanya Aning?" tanya Rako.

"Ya, Mas. A...Ada apa?" tanya Aning gugup.

"Kamu sudah tahu tentng kematian Pak Toyo?" ujar Rako sambil diam-diam menyalakan tape recorder. "Iya... Padahal, Paklik Toyo satu-satunya orang yang bisa membantu saya dan ibu," kata Aning sambil tetap menunduk. Lantas, Rako mengeluarkan surat yang ia temukan dan menyodorkannya kepada Aning. "Ini tulisan kamu?" Rako bertanya pelan. "Alhamdulillah... Aning pikir udah hilang, Mas dapat dari mana?" kata Aning. Wajahnya berubah semringah.

"Di tempat kecelakaan itu. Maksud saya datang ke sini saya mau minta izin untuk mengangkat masalah kamu ke media cetak. Mudah-mudahan itu semua dapat membantu kamu dan

ibu kamu keluar dari masalah ini," jelas Rako dengan suara lirih.

"Apa benar Mas bisa membantu ibu?" tanya Aning tidak percaya.

"Aku akan berusaha semampu aku. Jujur saja, hati aku merasa tergerak saat mengetahui kisahmu dan ibumu. Jadi, bagaimana, boleh?" tanya Rako. Percakapan mereka terpotong ketika Mami datang dan meminta Rako pergi. "Kamu harus pergi!" kata Mami. "Ya, sebentar lagi, bagaimana, Dek?" tanya Rako, sementara Mami menariknya keluar. Rako masih menunggu jawaban Aning. Lalu, Aning terlihat mengangguk dan tersenyum. Melihat itu, segera Rako meninggalkan wisma tempat tinggal Aning sementara.

Rako membuktikkan janjinya. Kasus Aning dan ibunya menjadi salah satu headline di surat kabar terkemuka di Surabaya. Selain itu, Rako menghubungi teman-temannya di Komnas Perlindungan Hak Anak serta beberapa LSM untuk membantu Aning. LBH juga tak segan-segan turun tangan untuk membantu ibu Aning. Dalam waktu singkat, Aning sudah keluar dari lokalisasi tersebut. Ia kini tinggal di panti sosial. Sementara itu, kasus ibu Aning juga mendapat penanganan yang serius. Pada sidang terakhir, hakim memvonis enam tahun penjara kepada ibu Aning.

6 TAHUN KEMUDIAN

Aning sudah tumbuh menjadi gadis remaja yang cantik. Kini ia berdiri di depan pintu LP menunggu ibunya. Di sampingnya berdiri Rako, wartawan yang dahulu membantunya. Seorang wanita paro baya leluar dari pintu LP dengan senyum mengembang. Anak dan ibu itu berpelukan. Tangis keduanya pun pecah. Rako tampak menyudahi tangis mereka. Ibu Aning meraih tangan Rako dan menciumnya. Ya, sekarang Rako bukan hanya pahlawan yang menolong mereka dari permasalahan. Sekarang Rako adalah ayah Aning, suami ibunya.

"Mas sudah banyak membantu kami dan banyak berkorban. Saya sangat berterima kasih atas semuanya. Apa jadinya jika Mas tidak mengeluarkan Aning dari tempat itu. Pasti sekarang dia sudah menjadi seperti saya," kata ibu Aning.

"Sudahlah, sekarang kita harus menatap masa depan. Kita sekarang keluarga. Jangan pikirkan lagi tentng balas budi atau apa pun. Setuju," ujar Rako.

Aning dan ibunya tersenyum. Mereka bertiga meninggalkan pelataran LP itu dengan senyum bahagia dan satu keyakinan di depan sana kebahagian telah menunggu untuk mereka raih.

Sepahit apa pun cobaan itu, pasti ada hikmah yang terkandung di baliknya. (*)

Nunung N,. Pelajar Fakultas Ilmu Budaya Universitas Airlangga

0 komentar:

Posting Komentar

About This Blog

Lorem Ipsum


Got My Cursor @ 123Cursors.com

  © Blogger templates Shiny by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP