Cari uang dan hasilkan profit di internet
BELAJARLAH! SESUNGGUHNYA TIDAKLAH MANUSIA ITU DILAHIRKAN DALAM KEADAN PANDAI

Bank Syariah 2010

>> Kamis, 04 Maret 2010

Menyongsong Kinerja C
Oleh Faizi

BANK Indonesia memproyeksikan pertumbuhan aset perbankan syariah 2010 paling pesimis bisa tumbuh 26 persen dan paling optimis bisa tumbuh 81 persen. Jika skenario optimis tercapai, nilai aset perbankan syariah di 2010 akan mencapai Rp 124 triliun.

Tahun lalu aset perbankan syariah Indonesia mencapai Rp 61,4 triliun yang meningkat cukup signifikan dibanding Rp 49,55 triliun pada tahun 2008 (Tempo/No.3850/1-7 Februari 2009).
Sependapat atau tidak, salah satu faktor pendukung meningkatnya volume usaha dan kinerja bank syariah pada tahun 2010 menurut Rizqullah, Kepala Divisi Syariah Bank BNI adalah peraturan perpajakan yang lebih kondusif.

Dengan ditetapkannya UU No 42 tahun 2009 tentang PPN, maka pajak ganda yang selama ini dikenakan kepada bank syariah pada kredit murabahah bisa dihapus.
Faktor lain meliputi pertumbuhan ekonomi yang masih relatif tinggi di tingkat global, pendirian bank-bank syariah baru, serta semakin gencarnya program edukasi dan diseminasi perbankan syariah oleh Bank Indonesia, perbankan syariah maupun pihak-pihak terkain lainnya (Republika/15/01/2010).

Strategi jitu

Beberapa indikator positif di atas tidaklah cukup, masih dibutuhkan beberapa strategi jitu lainnya untuk mendorong perbankan syariah tetap tumbuh ekspansif di tengah perekonomian global yang penuh ketidakpastian.

Pertama, optimalisasi office channeling. Beberapa tahun yang lalu, Bank Indonesia mengeluarkan kebijakan baru bagi industri perbankan syariah, yaitu PBI No.8/3/PBI/2006. Adapun materi paling mendasar pada peraturan tersebut adalah penerapan office channeling bagi bank-bank syariah.

Kebijakan ini merupakan inovasi dan terobosan baru bagi proses pengembangan industri perbankan syariah di Indonesia. Kebijakan office channeling tersebut dimaksudkan untuk meningkatkan akses masyarakat terhadap produk dan jasa perbankan syariah.

Dengan sistem baru ini, perbankan syariah tidak perlu lagi membuka cabang unit usaha syariah (UUS) di banyak tempat, sehingga biaya ekspansi jauh lebih efesien dan efektif.

Dengan demikian, penyaluran melalui kantor cabang office channeling harus juga dioptimalkan mengingat banyaknya kantor cabang bank umum konvensional (BUK) yang berarti peluang besar untuk melalukan ekspansi office channeling terbuka lebar. Banyaknya, office channeling berarti banyaknya kepanjangan dari perbankan syariah. Dalam artian, semakin banyak peluang yang dapat dioptimalkan oleh perbankan syariah.

Kedua, sumber daya manusia (SDM). Harus diakui bahwa kondisi internal perbankan syariah yang belum sepenuhnya teratasi adalah kondisi SDM yang relatif rendah, baik yang berhubungan dengan mekanisme operasional perbankan syariah yang tentu saja memiliki sistem berbeda dengan bank konvensional, atau pun yang berkaitan dengan kaedah syariah yang menjadi landasan pijak dari produk atau jasa yang ditawarkan perbankan syariah.

Berdasarkan data sampai akhir 2008, dari keseluruhan perbankan syariah, SDM yang memiliki latar belakang perbankan syariah hanya 5 persen. Jumlah yang cukup kecil untuk mengdongrak kemajuan industri perbankan syariah.

Sisanya sebanyak 70 persen adalah orang-orang yang awalnya berkecimpung pada perbankan konvensional, dan 5 persen berasal dari sumber lain. Ditambah dengan 20 persen adalah fresh graduate dari perguruan tinggi.

Sedangkan dari tingkat pendidikan, bank syariah memiliki SDM dengan gelar S2 hanya 2 persen, 59 persen dengan menyandang gelar S1, 21 persen merupakan lulusan dari D3, dan 18 persen berpendidikan SMU. Kuantitas SDM yang paham tentang bank syariah belum sebanding dengan kebutuhan riil di lapangan.

Ketiga, teknologi informasi. Bahwa fasilitas teknologi yang dimiliki oleh setiap perbankan syariah masih sangat terbatas, sehingga fasilitas serta pelayanan yang diberikan kepada nasabah terasa tertinggal jauh dari perbankan konvensional.

Tidak sedikit para nasabah yang menganggap bahwa akses perbankan syariah belum memberikan kemudahan dan kenyamanan, serta belum memenuhi standar operasi perbankan nasional secara umum.

Semisal ATM sebagai fasilitas dan pelayanan bank yang berbasis teknologi belum dimiliki oleh perbankan syariah, kalau pun ada itu pun sifatnya hanya penumpang atau kerja sama dalam penggunaan fasilitas ATM tersebut.

Produk-produk kreatif dan inovatif berbasis teknologi informasi menjadi senjata ampuh tersendiri untuk menarik minat nasabah terhadap produk dan jasa yang ditawarkan perbankan syariah.

Sehingga fasilitas yang mengedepankan kecanggihan teknologi informasi lambat laun akan menghilangkan image bank ndeso, meminjam istilahnya Tukul Arwana.

Keempat, kartu tanda mahasiswa (KTM) syariah. Dalam wilayah kemahasiswaan, perbankan syariah tidak dapat dipisahkan dengan mahasiswa dalam hal transaksi keuangan. Hampir dapat dipastikan bahwa seluruh mahasiswa di Indonesia melakukan transaksi dengan pihak perbankan. Mulai dari pembayaran uang kuliah sampai pada kebutuhan hidup sehari-hari mahasiswa.

Jumlah mahasiswa yang hampir mendekati angka 4 juta dari lebih 2500 perguruan tinggi yang mayoritas muslim merupakan peluang yang sangat besar dalam mencapai target optimistik sebesar 81 persen.

Jika diasumsikan KTM syariah mampu menyentuh 70 persen dari jumlah mahasiswa Indonesia dan rata-rata saldo rekening per mahasiswa satu juta rupiah, maka potensi peningkatan dana pihak ketiga adalah sebesar Rp 28 triliun. Hal ini akan membawa dampak yang signifikan terhadap pertumbuhan pangsa pasar perbankan syariah di Indonesia.

(Penulis adalah Direktur Eksekutif Cahaya Institute Yogyakarta).

0 komentar:

Posting Komentar

About This Blog

Lorem Ipsum


Got My Cursor @ 123Cursors.com

  © Blogger templates Shiny by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP