Cari uang dan hasilkan profit di internet
BELAJARLAH! SESUNGGUHNYA TIDAKLAH MANUSIA ITU DILAHIRKAN DALAM KEADAN PANDAI

CERPEN KAMPUS

>> Kamis, 04 Maret 2010

DI POJOK BANGKU KAMPUS

HUJAN
baru saja turun membasahi bangku bundar di pojok kampus itu. Dahana beringsut sedikit untuk menyingkirkan daun-daun basah yang jatuh di atas tasnya, lalu meluruskan kaki untuk menghilangkan rasa pegal yang datang. Sempat terlintas untuk membeli rokok di pedagang asongan berwajah memelas yang tiba-tiba muncul di hadapannya, dengan raut muka kedinginan dan sorot mata memohon, namun Dahana hanya tersenyum.

''Aku sudah bertekad untuk menghentikan kebiasaan ini, meski untuk alasan yang paling mulia sekalipun,'' batinnya. Akhirnya dia memutuskan untuk membeli sebungkus roti manis dan menolak kembalian yang diserahkan pedagang itu. Sambil menerawang memandangi kumpulan mahasiswa yang sedang berkumpul di kejauhan, Dahana ber­kali-kali memandangi jam tangannya dengan raut wajah gundah.

''Tidak banyak waktu yang tersisa untukku. Tapi, mungkin lebih sedikit lagi waktu yang tersisa untuknya.'' Sambil menghela napas berat, Dahana mengalihkan pandangannya ke arah gedung perpustakaan. Terlihat sosok yang selama ini ditunggu berjalan ke arahnya sambil memandang dengan muka yang dingin.

''Wah, Indra sang vokalis Sorrow. Band indie dengan posisi teratas di kota ini dan sebentar lagi menandatangani kontrak major pertama mereka. Tapi, kebiasaan telatmu kayaknya belum sembuh ya?'' sapanya. Yang dituju hanya balas memandang dengan masam, matanya sekilas menyiratkan rasa tidak suka yang besar.

''Apa maumu mengajakku datang ke tempat ini? Mengajakku bernostalgia dengan saat kita berlima berkumpul di sini? Dan, berharap nostalgia itu bakal bikin aku mengubah keputusanku masuk Sorrow?'' Belum sempat Dahana bicara, Indra langsung memberondongnya dengan kata-kata yang keras.

Dahana sudah mengerti benar sifat temannya itu. Dia juga memahami benar usaha yang ditempuh Indra selama ini agar dapat diterima sebagai vokalis Sorrow, band idolanya. Di bangku pojok itu mereka berlima sering berkumpul untuk saling berbagi cerita dan mimpi. Di bangku pojok itu pula mereka menjalin persahabatan yang dimulai sejak masa orientasi kampus, tiga tahun lalu.

Dahana, Indra, Ningrum, Arsha, dan Agung adalah sahabat-sahabat terdekat yang dipersatukan oleh latar belakang, cita-cita, dan bangku ini. Mereka adalah mahasiswa dengan keinginan besar untuk maju dalam bidang yang menjadi minat mereka. Dahana sebagai aktivis kampus, Indra sebagai musisi, Arsha dengan kiprahnya sebagai seniman, serta Agung yang menekuni fotografi.

''Kamu benar menebak maksudku memilih bangku ini. Aku pengen kamu selalu inget apa yang udah kita lalui berlima di sini. Aku atas nama teman-teman pengen agar kamu keluar secepatnya dari Sorrow. Gaya hidup mereka bakal merusak kamu!'' Ada sedikit getar dalam suara Dahana saat bicara dengan Indra.

''Kami bakal tetap dukung kamu kalo itu emang yang terbaik, tapi bangun dong Ndra! Udah berapa kali Sorrow gonta-ganti personel gara-gara drugs! Ada yang sampe OD segala, bahkan mati. Kami cuma gak mau hal kayak gitu terjadi ke kamu. Bangun!!'' Dahana merasakan tubuhnya mulai panas.

''Aku bisa jaga diri dan terima kasih atas perhatian kalian. Tapi, kamu dan teman-teman juga pasti tahu bahwa ini adalah keinginanku sejak dulu. Kalian udah berhasil, sekarang giliranku. Aku berusaha keras buat jadi vokalis Sorrow dan gak ada seorang pun yang bisa menghalangi itu. Sahabatku sekalipun!!'' Indra melengos pergi dari tempat itu.

''Anak itu...Semoga aja dia sadar dengan tindakannya. Semoga dia tak terlambat,'' batin Dahana.

Hari itu tak seperti biasanya bangku tersebut kembali penuh. Kecuali satu tempat di bagian pinggir bangku, tempat Indra biasanya duduk. Hawa dingin sehabis hujan kembali melingkupi tempat itu tepat seperti setahun lalu. Kali ini tidak ada lagi Indra bersama mereka. Untuk selamanya....

Kemarin Indra meninggal, saat mengadakan konser di salah satu pub ternama. Baru menyanyikan lagu kedua di awal konser, dia menda­dak ambruk. Dia dilarikan ke rumah sakit. Namun, tak lama kemudian, dia mengembuskan napas yang penghabisan. Narkoba yang diakrabinya sejak masuk Sorrow setahun lalu telah merenggutnya dari segala impian yang baru dirintis.

Dahana membelai Arsha yang sedang menangis sambil memandangi kawan-kawannya. Dia menyesali kegagalannya meyakinkan Indra.

Mereka bergabung di bangku itu, mungkin yang kali terakhir. Beserta kebersamaan mereka selama ini. Saat mereka bertukar canda, saling menyemangati, berkeluh kesah, bahkan saat menangis bersama. Seiring dengan tenggelamnya matahari, suasana di bangku itu menjadi gelap, sama gelapnya dengan hati mereka. ***

Putu Agung Nara, Mahasiswa Universitas Gadjah Mada Jogjakarta

0 komentar:

Posting Komentar

About This Blog

Lorem Ipsum


Got My Cursor @ 123Cursors.com

  © Blogger templates Shiny by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP