Cari uang dan hasilkan profit di internet
BELAJARLAH! SESUNGGUHNYA TIDAKLAH MANUSIA ITU DILAHIRKAN DALAM KEADAN PANDAI

DPR KITA

>> Kamis, 04 Maret 2010

Wajah Suram DPR Kita
Oleh: Muhammadun AS

DEWAN Perwakilan Rakyat (DPR) menampilkan wajah suramnya tatkala menjalankan sidang paripurna Pansus Century kemarin (2/3). Seluruh rakyat Indonesia melihat kejadian yang sangat memalukan tersebut. Ketua DPR yang juga pimpinan sidang, Marzuki Ali, memutuskan menghentikan sidang dengan sepihak. Sementara wakil-wakil DPR lain tidak diajak bermusyawarah.

Di sisi lain, peserta sidang paripurna menampilkan wajah suramnya dengan berbicara tanpa aturan. Kemudian terjadilah kericuhan dan aksi saling mendorong. Karena ketidakpuasan dan dorongan kepentingan tiap-tiap elite dikedepankan, terjadilah kericuhan yang sangat memalukan, dan dilihat dengan seksama secara langsung oleh seluruh bangsa Indonesia.

Wajah suram yang ditampilkan DPR kali merupakan erosi demokrasi. Kode etik persidangan tidak lagi dipatuhi. Hanya kepentingan kelompok yang terus didorong untuk disukseskan. Pansus Century yang telah bekerja dua bulan akhirnya hanyalah sekadar menyampaikan laporan berupa kesimpulan dan rekomendasi. Sungguh memalukan karena Pansus Century jelas sekali menyangkut persoalan krusial bagi bangsa ini.

Dari skandal Century inilah terlibat beragam kepentingan yang menyangkut para petinggi republik. Skandal ini jelas harus dibuka dengan sejelas-jelasnya dan elite politik yang terlibat haruslah diproses secara hukum. Selain itu, Pansus Century telah bekerja keras dan menghabiskan miliaran rupiah. Sungguh uang rakyat tidaklah bisa digunakan dengan seenaknya, harus dipertanggungjawabkan dengan amanah. Jangan sampai uang miliaran rupiah hanya dihamburkan untuk membahas dan mengkaji skandal yang tak berguna apa-apa.

Pernyataan Boediono akhir-akhir ini memperlihatkan bahwa Presiden SBY dan Partai Demokrat (PD) serta Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) akan membela posisi Wapresnya. Ini jelas indikasi yang penuh kepentingan. Karena Marzuki Ali sebagai ketua DPR merupakan petinggi PD, dia juga "bertugas" mengamankan posisi Boediono dalam skandal Century sekarang.

Dari sisi gelap anggota legislatif tersebut, tidak salah kalau masyarakat tetap menilai bahwa tindakan sebagian anggota DPR sebagai penyelewengan jabatan yang memalukan. Lebih dari itu, DPR sejatinya telah menjual moralitas politiknya di hadapan konstituen yang memberikan mandat kepadanya. Anggota DPR belum sepenuhnya mengabdikan diri secara total sebagai wakil seluruh rakyat. Mereka masih menyandarkan pada sektarianisme partai politik yang penuh ambisi dan kepentingan.

Tidak salah kemudian kalau masyarakat mencibir kepanjangan DPR dengan Dewan Percaloan Rakyat, Dewan Pemeras Rakyat, dan lainnya. Menjadi anggota dewan hanya untuk menjadi calo yang selalu memanfaatkan kesempatan mendapatkan tender politik sebanyak-banyaknya.

Perilaku tersebut merupakan bukti terciptanya politik seduksi (rayuan) dalam tubuh DPR. Wajah politik seduksi selalu menampilkan diri secara menarik, penuh make-up, lipstik, dan aksesori lain. Namun, di balik itu, mereka menyiapkan jaring-jaring rayuan yang merongrong kehancuran dan kebinasaan.

***

Di dalam jagat rayuan, wacana politik bukan lagi dibangun oleh arsitektur nalar-nalar rasional, tetapi oleh berbagai trik rayuan, dalam rangka menggoda manusia politik. Mekanisme yang bekerja dalam rayuan, sebagaimana yang dikatakan Jean Baudrillard dalam Seduction (1990: 7), tidak lagi relasi psikis, tidak pula represi atau ketaksadaran, tetapi relasi permainan, tantangan, duel, dan strategi penampakan.

Dalam wacana politik seduksi di atas, penampakan DPR sekarang hanya sebatas "permainan" untuk mengeruk kekuasaan sebesar-besarnya. Mereka sudah tidak memedulikan lagi kenyataan pahit di sekelilingnya, karena nalar politik yang mereka gunakan bukan untuk memberdayakan dan memajukan bangsa, namun untuk memberdayakan kepentingan individu dan kelompok.

Dengan nalar yang irasional, mereka juga sering menggunakan dalih agama, sosial, dan budaya untuk memuluskan alur permainan politiknya. Semua hanyalah fatamorgana yang absurd. Ruang politik fatamorgana DPR, menurut kacamata politik Baudrillard dalam The Evil Demon of Images (1993: 139), hanya akan menghadirkan iblis-iblis politik yang mendistorsi dunia dengan membangun ilusi-ilusi tentang kejahatan dengan wajah yang suci, demokratis, dan manusiawi. Wajah kebenaran, keadilan, dan kemanusiaan demokrasi telah dipalsukan dan ditampilkan dalam wajah-wajah seduksi yang penuh trik dan tipuan.

Di tengah berbagai tudingan miring tersebut, sudah saatnya DPR kembali kepada khitahnya. Dalam logika demokrasi, rakyat adalah raja. Sedangkan birokrasi pemerintah adalah pelayan. DPR sebagai juru bicara raja harus menuruti segala yang diperintahkan sang raja.

Kembali ke khitah, berarti DPR harus menaati segala yang diperintahkan sang raja. Sekarang ini sang raja sedang menderita karena diterpa berbagai bencana, baik bencana alam maupun bencana pemiskinan global. Sebagai juru bicara sekaligus pelayan, DPR seharusnya mengkaji secara mendalam kebutuhan sang raja agar dijalankan oleh pemerintah. Jangan malah berkhianat dan seenaknya sendiri mencuri kekuasaan sang raja.

Selain itu, menurut Syamsuddin Haris, untuk menegakkan akuntabilitas publik DPR, perlu upaya maksimal dari kinerja Badan Kehormatan (BK) DPR. Tugas utama BK adalah menjaga dan menegakkan martabat, kehormatan, citra, dan kredibilitas dewan. Tugas BK sekarang, lanjut Haris, adalah menata kembali mekanisme kerja keparlemenan dan format penilaian serta struktur keanggotaan BK.

Kasus penutupan sidang yang sepihak bisa dilaporkan kepada BK, dan BK bisa bekerja secara profesional untuk memberikan teguran dan sanksi atas berbagai pelanggaran anggota DPR. (*)

*). Muhammadun AS, analis sosial, peneliti Cepdes Jakarta

0 komentar:

Posting Komentar

About This Blog

Lorem Ipsum


Got My Cursor @ 123Cursors.com

  © Blogger templates Shiny by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP