Cari uang dan hasilkan profit di internet
BELAJARLAH! SESUNGGUHNYA TIDAKLAH MANUSIA ITU DILAHIRKAN DALAM KEADAN PANDAI

Sekolah, Mutu, dan Strategi

>> Kamis, 04 Maret 2010

Sekolah, Mutu, dan Strategi
Oleh Hendrizal SIP

Salah satu permasalahan pendidikan yang dihadapi bangsa Indonesia adalah rendahnya mutu pendidikan pada setiap jenjang dan stain pendidikan, khususnya pendidikan dasar dan menengah. Berbagai usaha telah dilakukan untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional, antara lain melalui berbagai pelatihan dan peningkatan kompetensi guru, pengadaan buku dan alat pelajaran, perbaikan sarana dan prasarana pendidikan, dan peningkatan mutu manajemen sekolah. Namun, mutu pendidikan belum menunjukkan peningkatan yang berarti.
Bervariasinya kebutuhan siswa akan belajar, beragamnya kebutuhan guru dan staf lain dalam pengembangan profesionalnya, berbedanya lingkungan sekolah satu dengan lainnya, berdampak kepada keharusan bagi setiap individu terutama pimpinan kelompok untuk mampu merespon dan mengapresiasikan kondisi tersebut di dalam proses pengambilan keputusan. Ini ditambah pula dengan harapan orang tua/masyarakat akan pendidikan yang bermutu bagi anak, serta tuntutan dunia usaha untuk memperoleh tenaga bermutu.
Hal itu memberi keyakinan bahwa dalam proses pengambilan keputusan untuk peningkatan mutu pendidikan mungkin perlu dipergunakan berbagai teori dan kerangka acuan (framework) dengan melibatkan berbagai kelompok masyarakat terutama yang memiliki kepedulian kepada pendidikan (Suprapto, 2009). Tapi, bagaimana strategi jitunya?
Perlu dicatat, karena sekolah berada pada bagian terdepan dari proses pendidikan, maka lembaga itu harus menjadi bagian utama di dalam proses pembuatan keputusan dalam rangka peningkatan mutu pendidikan. Sementara, masyarakat dituntut partisipasinya agar lebih memahami pendidikan. Dalam hal ini, pemerintah pusat dituntut pula berperan sebagai pendukung dalam menentukan kerangka dasar kebijakan pendidikan.
Strategi ini berbeda dengan konsep mengenai pengelolaan sekolah yang selama ini kita kenal. Dalam sistem lama, birokrasi pusat sangat mendominasi proses pengambilan atau pembuatan keputusan pendidikan, yang bukan hanya kebijakan bersifat makro tapi lebih jauh kepada hal-hal yang bersifat mikro.
Sementara itu sekolah cenderung hanya melaksanakan kebijakan-kebijakan tersebut yang belum tentu sesuai dengan kebutuhan belajar siswa, lingkungan sekolah, dan harapan orang tua (Miftah Thoha, 1999). Pengalaman menunjukkan, sistem lama sering menimbulkan kontradiksi antara apa yang menjadi kebutuhan sekolah dengan kebijakan yang harus dilaksanakan dalam proses peningkatan mutu pendidikan.
Fenomena pemberian kemandirian kepada sekolah ini memperlihatkan suatu perubahan cara berpikir dari yang bersifat rasional dan normatif di dalam pengambilan keputusan pandidikan kepada suatu kesadaran akan kompleksnya pengambilan keputusan di dalam sistem pendidikan dan organisasi yang mungkin tak dapat diapresiasiakan secara utuh oleh birokrat pusat.
Hal inilah yang kemudian mendorong munculnya gagasan untuk beralih kepada konsep Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah (MPMBS) sebagai pendekatan baru di Indonesia, yang merupakan bagian dari desentralisasi pendidikan yang tengah dikembangkan.
MPMBS merupakan alternatif baru dalam pengelolaan pendidikan yang lebih menekankan kepada kemandirian dan kreativitas sekolah. Beberapa indikator yang menunjukkan karakter dari konsep manajemen ini adalah:
Pertama, lingkungan sekolah yang mendukung. Kedua, sekolah memiliki misi dan target mutu yang ingin dicapai. Ketiga, sekolah memiliki kepemimpinan yang kuat. Keempat, adanya harapan yang tinggi dari personel sekolah (kepala sekolah, guru, dan staf lainnya, termasuk siswa) untuk berprestasi. Kelima, adanya pengembangan staf sekolah yang terus menerus sesuai tuntutan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Keenam, adanya pelaksanaan evaluasi yang terus menerus terhadap berbagai aspek akademik dan administratif, serta pemanfaatan hasilnya untuk penyempurnaan/perbaikan mutu. Ketujuh, adanya komunikasi dan dukungan intensif dari orang tua murid/masyarakat (Siahaan, 2006).
Pengembangan konsep manajemen ini didesain untuk meningkatkan kemampuan sekolah dan masyarakat dalam mengelola proses pendidikan terkait dengan tujuan keseluruhan, kebijakan, strategi perencanaan, inisiatif kurikulum yang telah ditentukan pemerintah dan otoritas pendidikan.
Tapi konsep tadi menuntut adanya sikap dinamis. Pendidikan ini menuntut adanya perubahan sikap dan tingkah laku seluruh komponen sekolah (kepala sekolah, guru dan staf administrasi, termasuk orang tua dan masyarakat) dalam memandang, memahami, membantu sekaligus sebagai pemantau yang melaksanakan monitoring dan evaluasi dalam pengelolaan sekolah yang bersangkutan dengan didukung oleh pengelolaan sistem informasi yang representatif dan valid. Akhir dari semua itu ditujukan kepada keberhasilan sekolah untuk menyiapkan pendidikan yang berkualitas bagi masyarakat.
Dalam pengimplementasian konsep ini, sekolah memiliki tanggung jawab untuk mengelola dirinya berkaitan dengan permasalahan administrasi, keuangan, fungsi setiap personel sekolah, dan segenap sumber daya yang ada di lingkungan sekolah dalam kerangka arah dan kebijakan yang telah dirumuskan pemerintah. Bersama-sama dengan orang tua dan masyarakat, sekolah harus pula membuat keputusan, mengatur skala prioritas.
Dalam hal ini selain harus menyediakan lingkungan kerja yang lebih profesional bagi guru, maka sekolah harus mampu menyediakan lingkungan belajar yang efektif bagi siswa dan meningkatkan pengetahuan dan kemampuan serta keyakinan masyarakat tentang sekolah/pendidikan. Karena itu, sekolah yang efektif selalu menciptakan lingkungan sekolah yang aman, nyaman, tertib melalui pengupayaan faktor-faktor yang dapat menumbuhkan kondisi tersebut.
Lingkungan sekolah (fisik dan nonfisik) yang kondusif merupakan prasyarat bagi terselenggaranya proses belajar mengajar yang efektif itu. Lingkungan sekolah yang aman dan tertib, optimisme dan harapan yang tinggi dari warga sekolah, kesehatan sekolah, dan kegiatan-kegiatan yang terpusat pada siswa (student-centered activities) adalah contoh-contoh sebuah kondisi yang dapat menumbuhkan semangat belajar siswa.
Dengan demikian menciptakan lingkungan sekolah yang kondusif sudah merupakan prasyarat terciptanya sekolah/pendidikan yang efektif tersebut. Di sini, yang diperlukan adalah upaya-upaya yang lebih intensif agar tujuan tersebut dapat tercapai. Di sinilah dibutuhkan kesadaran semua komponen sekolah.
(Penulis adalah Dosen FKIP-PGSD Universitas Bung Hatta (UBH) Padang, Sumbar}

0 komentar:

Posting Komentar

About This Blog

Lorem Ipsum


Got My Cursor @ 123Cursors.com

  © Blogger templates Shiny by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP