Bangsa yang Sehat
Oleh Badjoeri Widagdo
SAYA harus membatasi diri untuk tetap konsisten dalam penulisan pembelajaran karakter (learning character). Tetapi suka atau tidak, memang hal demikian tidak terbebaskan dari fenomena kehidupan sosial politik yang hingar bingar belakangan ini. Tulisan ini hanyalah opini pembelajaran, agar seseorang itu terlebih jika ia memegang posisi sebagai pengendali, pemimpin, tokoh masyarakat, pejabat, penyelenggara negara, harus bersedia untuk melakukan tindakan-tindakan yang berkarakter baik, agar mampu membawa masyarakat membangun bangsa yang sehat.
Mengapa hal ini perlu ditekankan? Karena masing-masing elit saat ini saling memegang kartu truf kejelekan pemimpin lainnya untuk saling menjatuhkan, dan ini merupakan sebagian kecil contoh kehidupan bangsa yang tidak sehat. Sama halnya dengan membangun karakter, bangsa yang sehat, harus dimulai dari diri sendiri, oleh setiap anak bangsa dengan kehidupan yang sehat.
***
Apa itu kehidupan yang sehat? Kehidupan yang sehat itu, langsung atau tidak langsung, terkait erat dengan pembangunan karakter bangsa. Mengapa? Seperti diketahui bahwa globalisasi dan liberalisasi ekonomi (dll) pengaruh buruknya juga ikut mendorong kehidupan yang tidak sehat terhadap masyarakat.
Kehidupan yang sehat (mental, fisik, sosial) dari orang perorang atau suatu bangsa itu, tampilannya dapat di cross check melalui beberapa indikator penting yaitu kebiasaan-kebiasaan untuk: Pertama, kemauan dan kemampuan hidup tertib, cermat, teliti (discipline).
Kedua, memiliki komitmen untuk menjaga, memelihara, mengembangkan keadaan menjadi lebih baik (sense of commitment belonging). Ketiga, memiliki motivasi atau kemauan untuk hidup, berprestasi dan sukses (motivation). Keempat, memiliki jiwa ulet, gigih, pantang menyerah, tahan uji (fighting spirit).
Kelima, mampu menguasai bidangnya dan bertanggung jawab (profesionalism). Keenam, memiliki sifat-sifat, prinsip-prinsip dan teknis kepemimpinan yang baik dan kuat (leadership).
Jika ke 6 hal tersebut kadarnya rendah dipunyai oleh bangsa ini, maka sebenarnya bangsa kita hidup dalam standar yang tidak sehat. Tetapi jika 6 (enam) kaidah-kaidah itu di jalani, diyakini bangsa ini bisa berubah kearah kehidupan yang sehat dan sejahtera.
Keenam hal tersebut adalah tata nilai yang mewujud dalam system daya juang (striving system) yang melandasi pemikiran, sikap dan perilaku, seseorang atau suatu bangsa. Dalam bahasa lain, daya juang itu berarti power yang artinya adalah kemampuan menggerakan, yang hal itu juga diartikan sebagai karakter yang baik dan kuat.
Jadi kalau bangsa ini mau sehat, maka ke-6 (enam) hal di atas harus dimiliki oleh para penyelenggara negara dari Presiden sampai Ketua RT dan dibiasakan dalam kehidupan sehari-hari oleh keluarga, sebagai bagian terkecil dari cermin hidup berbangsa. Disitulah esensi dari membangun perubahan.
Adalah tidak benar jika ada yang berteriak mari kita bangun perubahan, seperti yang sering disuarakan oleh banyak pihak. Allah berjanji tidak akan merubah nasib suatu kaum jika kaum itu tidak mau merubah dirinya sendiri kearah kebaikan. Yang dirubah itu adalah kebiasaan buruknya, karakternya, sikap prilakunya. Membangun karakter, membangun kehidupan yang sehat, itulah perubahan. Percuma saja ketika banyak organisasi baru didirikan dengan mengusung jargon perubahan, padahal rakyat tetap banyak yang hidup dalam kemiskinan dan kebodohan. Yang harus diusung adalah membangun kejujuran, keadilan, kebenaran, dan kesejahteraan dari kehidupan yang krisis, berubah menjadi kehidupan yang sehat.
Karena itu, istilah yang tepat adalah membangun karakter bangsa untuk mewujudkan perubahan. Tanpa dorongan karakter yang baik dari para pelaku perubahan, maka perubahan itu hanya akan membuahkan kehidupan yang buruk, seburuk maraknya mafia kejahatan.
***
Bagaimana pengaruh kehidupan yang sehat terhadap kebahagiaan? Hakikatnya kehidupan sehat itu akan menuai kebahagiaan. Dari pengalaman penulis, mulai dari yang paling mudah dapat dicontohkan adalah sebagai berikut: orang yang berbahagia tampak lebih sehat, begitu pula sebaliknya. Orang yang sehat dapat menahan stres atau frustrasi dan hidup tertib.
Orang yang sehat lebih tahan kritik dan lebih dekat kepada Tuhan, lebih antusias, energik, excited dengan pekerjaannya dan cenderung menunjukan kepuasan kerja yang lebih tinggi. Fakta menunjukan orang yang sehat akan lebih gaul, lebih suka membantu orang susah, lebih dermawan, lebih empatik dan tidak kasar.
Mengingat hal tersebut, Abu Bakar Ashshiddiq memberikan gambaran bahwa untuk membangun kehidupan yang sehat, seseorang harus mampu mengenyahkan kegelapan dan keburukan perilaku serta kebiasaan melepaskan diri dari tanggung jawab. Hal senada diungkapkan pula oleh genius Imam Al Ghazali.
Mereka menyatakan bahwa semata mata cinta kepada dunia adalah merupakan kegelapan dan merujuk kepada hidup tidak sehat. Cara mengatasinya adalah membangun ketakwaan. Jika perbuatan dosa adalah kegelapan, maka obor penerangnya adalah bertaubat. Dikatakannya pula bahwa nyata-nyata kubur itu adalah kegelapan dan cara menyiapkannya agar terang adalah selalu bertakbir, bertahmid dan berdzikir dengan menyebut La ilaa ha illalah, Muhammadur Rasulullah.
Jika alam akherat itu dikatakannya sarat dengan kegelapan, maka cara mempersiapkannya adalah perbuatan amal shalih agar kelak alam akheratnya terang benderang.
Kehidupan sehat identiknya dengan kehidupan yang mubarok. Artinya memberikan kebaikan kepada orang lain. Jika filosofi mubarok itu diterapkan kepada suatu bangsa, berarti memberikan kebaikan kepada bangsa Indonesia. Contohnya, tentang kasus Bank Century. Seharusnya dibentuknya Pansus Angket Bank Century adalah untuk membuat bangsa ini menjadi lebih sehat.
Pertanyaannya, apakah terobosan besar untuk membongkar kasus tersebut selama ini menimbulkan efek sehat atau sebaliknya? Kita semua dapat menyimaknya dan kenyataan banyak timbul membuat tanggapan yang bermacam-macam, baik di dalam Pansus maupun oleh parpol-parpol terkait.
Jika saja masalah itu tidak dapat terselesaikan secara tuntas, jujur, benar dan adil, itu sama saja dengan meninggalkan sisa (residu) penyakit baru dalam berbangsa bernegara. Jika pengungkapan kasus itu tidak mampu membuahkan keadaan yang mubarok, itu pertanda bahwa bangsa ini hidup dalam kegelapan dan kesakitan berkepanjangan.
Tegasnya adalah meskipun para penerimaan aliran Bank Century itu hidup berkelimpahan, namun sesungguhnya mereka hidup dalam kegelapan. Jika skandal Century mengalami kebuntuan, hal itu berarti kemunduran bangsa, yang berefek terjadinya pembodohan bangsa yang berulang terus menerus.
***
Hidup memang berpolitik, tetapi berpolitiklah yang jujur, elegan, bertanggung jawabbaik kepada diri sendiri, keluarga, masyarakat, organisasi, parpol, atau apapun namanya dan kepada negara bangsa. Politik memang berhadapan dengan resiko, tetapi adalah tidak etis mengambil resiko untuk mengorbankan rakyat. Taruhannya menjadi amat mahal. Artinya janganlah mengorbankan keadilan dan hukum atau mengorbankankan rakyat untuk kesenangan sesaat.
Bangsa yang sehat selalu mencitrakan bahwa pedang keadilan dan kebenaran itu tajamnya sama, baik ke atas maupun ke bawah. Jangan dibolak balik, tajam ke bawah tumpul ke atas. Itu sama saja dengan menumbuhkan kehidupan bangsa yang tidak sehat. Semoga generasi mendatang dapat menikmati kehidupan yang sehat, sejahtera dan berkeadilan. Wallahualam bisowab.
(Penulis adalah Pengurus Yayasan Jatidiri Bangsa; Pemerhati masalah hukum dan politik)